Kamis, 07 Februari 2013

Balcony History

MUKA LAMA, BEBERAPA LAGU BARU, DAN SEDIKIT HARAPAN YANG MEMBUAT MEREKA TERPIKIR UNTUK COMEBACK! ENJOY!
OKTOBER 1994: Inilah jawaban atas pertanyaan: kapan band ini ‘resmi’ berdiri. Namun, Balcony saat itu belumlah menjadi ‘Balcony’, sebab mereka masih meng-cover lagu-lagu Sick of It All. Bagi mereka, membawakan lagu orang lain di atas panggung tidak membuat sebuah band menjadi hardcore atau setidaknya jujur mewakili identitas diri sendiri. 1995-1996: Sebuah catatan penting mereka toreh dalam rentang waktu tersebut. Dengan sebuah line up baru, Balcony bermetamorfosa menjadi sebuah band yang sesungguhnya, setelah mampu mencipta dan membawakan lagu sendiri. Nilai-nilai yang ditebarkan Slayer, Sepultura, Sick of It All, Bad Religian, dan sederet band yang mendunia saat mereka menjalani masa puber, banyak memengaruhi karya awal Balcony. Namun, Balcony terus mencari sebuah identitas. Proses pencarian inilah yang kemudian jadi kromosom paling dominan yang menyusun embrio lagu berjudul Flower City. Mereka ingin kalimat itu memekik dari tenggorokan mereka (dan kita semua). Menyeruak di antara euforia HC yang pada era 95-an menjadi sesuatu yang menginfiltrasi banyak kepala anak muda, 1997: Setelah melakoni perjalanan hidup yang repetitif mulai dari aktif di scene, pencarian identitas, mencipta lagu baru, menghajar pangung demi panggung, Balcony merilis album pertama bertajuk Instant Justice pada khir September 1997. Mereka mengklaim album tersebut sebagai identitas baru. Ibarat metamorfosa seekor ulat, mereka sudah memiliki kaki, antena, sayap, dan warna. Di balik kesederhaannya, Instant Justice jadi representasi atas semua gejala yang muncul di ruang-waktu tempat mereka menghela napas. Lebih dari itu, Instant Justice juga menjadi batu pijakan bagi Balcony untuk mulai menggapai mimpi baru. 1998: Gempa politik yang menghantam negeri ini turut pula berimbas pada Balcony. Panggung terhenti. Aktivitas lain tersendat. Langit nusantara menghitam dan identitas Balcony memudar di bawahnya. Sementara di luar sana, kebencian membakar toko, amarah memperkosa hak sesama, dan arogansi bertiwikrama jadi barikade. Praktis Balcony tak bisa melakukan apa pun pada masa itu. 1999: Setelah prosesi ‘meditasi’ hampir setahun lebih, mereka akhirnya merilis album kedua berjudul Terkarbonasi. Album yang proses penggarapannya memakan waktu tiga bulan (Juni-Agustus) merepresentasikan sedikit perubahan dari sekian banyak yang ingin mereka ubah. Dari sisi musikal, lirik, atau apa pun itu. Namun, yang lebih penting, album tersebut merupakan usaha total untuk menghindari lubang stagnansi. Visi 12 lagu yang mereka suguhkan di album itu pun jauh dengan album pertama. Terkarbonasi bukan sekadar permasalahan identitas, namun bagaimana dan apa yang harus dilakukan setelah mendapatkan identitas? Apa yang akan dilakukan ketika identitas menghilang dan terkarbonasi. Apakah hardcore harus mengidentitaskan dirinya dengan satu pola bermain gitar? Dengan satu pola bermain musik? Dengan riff-riff stereotip tiga nada itu? Apakah hardcore harus identik dengan tipikal kental yang ada pada album pertama mereka? Apakah hardcore berarti mengabdi pada satu definisi identitas, mandeg dan tak bisa kemana-mana? Apakah hardcore itu? Apakah pernah kita tanyakan bagian hardcore sebelah mana kita mengidentifikasikan diri kita atau scene kita? Atau terlalu rumitkah untuk mengerti bahwa hardcore tak lebih sebagai media komunikasi bagi kita, hardcore adalah kami dan kalian, aku, dan kamu. Sampai kita semua tak mampu lagi berkomunikasi, mengidentifikasikan diri kita dengan makna apa pun. 2000: Identitas baru mereka dapatkan dari tahun yang penuh gejolak. Dari sekian panggung, penggarapan materi baru, dan juga banyak pengalaman, akan menggores sesuatu di masa datang. Kehadiran seorang anggota keluarga baru turut mewarnai langkah Balcony di masa itu. Masa di mana Balcony banyak mengalami masalah, pemblejetan otak, timbulnya idealisme-idealisme baru yang harus mereka telaah untuk sebuah masa yang akan mereka lewati setelah itu. 2001: Inilah tahun di mana mereka merasa harus lebih dewasa dalam berbagai hal. Satu karya baru telah rampung dikerjakan di mana semua individu yang mendengarkan pasti akan merasa aneh dengan konsep yang ditawarkan. Sebuah bentuk kolaborasi yang mereka kerjakan adalah sebuah bentuk pernyataan untuk tidak terjebak oleh satu stereotip musik. Satu hal yang mungkin menjadi sebuah catatan bahwa secara musik atau ide mereka tidak akan terbatasi sampai di situ. Mereka ingin terus mengepakkan sayap. Atau bahkan mati tanpa jejak. 2003: Selama hampir dua tahun tidak pernah merilis apa-apa, mereka menyusun agenda hidup kolektif busuk dalam bentuk rekaman bertajuk Komposisi Metafora Imajinar. Tujuh komposisi imajinar yang termuat dalam album tersebut merupakan dedikasi Balcony kepada semua pihak yang telah menemani, mencacimaki, dan bahkan meludahi mereka dalam kehampaan hitam pekat yang banyak orang menyebutnya kehidupan. Sangat pekat sampai-sampai mereka memerlukan kacamata hitam penawar pekat. Sangat pekat sampai-sampai penglihatan mereka sering berbeda dengan orang lain. Dan mereka berikrar, demi setan dan sekutunya, mereka tidak pernah dan tidak akan peduli! Begitu juga dengan agenda Metafora Komposisi Imajinar ini yang terdengar (lagi-lagi) lain dengan album-album mereka sebelumnya. Mereka hanya berusaha berbagi penglihatan, pendengaran, penciuman dan perasaan mereka selama dua tahun terakhir lewat komposisi-komposisi imajinar ini. Setelah tiga belas tahun bernaung dalam kolektif busuk, kepak sayap mereka akhirnya terhenti. Tapi, kupu-kupu penuh warna bernama Balcony tak mungkin punah ditelan ketidakpastian. Bahkan dengan atau tanpa reuni — sebuah agenda busuk lain yang mereka gadang dalam beberapa tahun terakhir, Balcony tetap akan dikenang sebagai band yang pertama kali meneriakkan kalimat Flower City Hardcore! Members Barus-vokal Febby-drum Jojon-gitar Ramdan-bas Barus-vokal Febby-drum Jojon-gitar Baddick-bas Barus-vokal Febby-drum Jojon-gitar Ramdan-gitar Baddick-bas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar