Rabu, 27 Januari 2021

Enam Tahun Berdir,Debut Album Penuh Sufism:''Republik Rakyat Jelata'' Di Rilis

Untuk para penyuka musik brutal death metal dengan aransemen sederhana, vokal growl dengan artikulasi jelas, tune gitar yang berat, suara bas yang menonjol dan permainan drum yang cepat, 'Republik Rakyat Jelata' dari Sufism dirasa tepat untuk masuk ke daftar dengar. Kuartet death metal asal Cangkuang, Bandung Selatan, Sufism meluncurkan album penuh perdana mereka. Tepatnya pada 13 Desember 2020 di bawah bendera Brutal Mind, Republik Rakyat Jelata dirilis baik dalam bentuk digital maupun fisik. Terdapat sepuluh buah lagu yang disertakan dalam debut album mereka. Berturut-turut,nomer cadas dalam album terbaru Sufism adalah "Republik Rakyat Jelata","Sayatan Nadi Takdir Kebencian","Duruwiksa","Munajat Bejad","Palastra","Rogahala","Kalawasana","Syaitan","Darkness In Your Candle" dan "Mufakat Jahat" Album ini di rasa cocok untuk penyuka musik Brutal Death Metal dengan aransemen yang sederhana,karakter vokal growl dengan artikulasi jelas,tune gitar yang berat,suara bas yang menonjol dan permainan drum yang cepat.
Yang membuat album ini unik terletak pada artwork yang dipakai. Jika biasanya artwork dari album-album death metal dihiasi unsur-unsur kegelapan dan menyeramkan, setan, darah, hingga kematian, justru keasrian suasana pedesaan jadi pilihan Sufism untuk sampul album Republik Rakyat Jelata. Memperlihatkan suasana pedesaan yang sejuk, pematang sawah yang hijau hingga aktivitas petani dan pasar tradisional, sepertinya Sufism berusaha memperlihatkan seperti apa lingkungan hidup para personil sehari-hari. Artwork-nya digarap oleh Aghy R. Purakusuma. Album dari band yang diperkuat oleh Nanang (vokal), Sandy (gitar), Iman (bas) dan Ari (drum) ini direkam di Yeah Music Studio dengan dioperatori oleh Bimo. Untuk urusan mixing & mastering dipercayakan pada Simon (Sanwa Home Recording). Kini, Republik Rakyat Jelata sudah bisa dinikmati lewat cakram padat atau lewat kanal musik streaming, seperti Spotify, Apple Music dan Bandcamp.

Sabtu, 02 Januari 2021

‘Silalatu’ : Bunga Api dan Fragmen Multi Dimensi Dari Forgotten

‘Silalatu’ merupakan sebutan untuk bunga api yang beterbangan tatkala jilatan api membesar. Hal tersebut kemudian Forgotten jadikan sebagai simbol narasi utama, lanjutan dari album Kaliyuga, yang mereka rilis dua tahun lalu Forgotten, salah satu pionir band death metal asal Ujung berung, yang terbentuk pada tahun 1994 lalu ini menjalani 26 tahun perjalannya dengan beberapa buah album dan single berbahaya yang patut disimak. Band yang tumbuh dengan kontroversi serta isian lirik yang bernas dengan ramuan musik death metal ini sejak awal kemunculannya langsung dikenal sebagai band yang menyuarakan hal-hal yang tidak familiar untuk diaminkan banyak orang, yang juga mampu menyulut kontroversi dibanyak kalangan. Tema seputar politik, sosial, ekonomi, hingga yang berkolerasi dengan prinsip pribadi menjadi fokus yang mereka angkat. Forgotten menjadi band yang paling diperhitungkan, ketika band ini mampu meramu lirik yang terbilang frontal ke dalam isian lagu-lagunya. Lagu-lagu semisal “Tuhan Telah Mati”, atau “Selangkangan Agama”, secara estetika dan isiannya, menjadi lagu dengan hujan kritik yang berani, karena banyak bermain diranah sensitif, perihal hal-hal dogmatis, yang berkembang di masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan ketika mereka bicara cinta pun, mereka punya sudut pandang yang berbeda lewat padanan lirik “nyatakan cinta dengan lemparan batu”, di lagu mereka yang berjudul “Aku Jatuh Cinta”. Melanjutkan epsiode perjalanan bermusiknya, Forgotten kembali menawarkan karya cipta terbarunya, yang kali ini semua nyala kreasinya bermuara di album berjudul Silalatu. Dilansir dari rilisan pers yang DCDC terima, nama Silalatu merupakan sebutan untuk bunga api yang beterbangan tatkala jilatan api membesar. Hal tersebut kemudian mereka jadikan sebagai simbol narasi utama sebagai lanjutan dari album Kaliyuga, yang mereka rilis dua tahun lalu. Lebih jauh tentang albumnya, diakui pula oleh mereka jika Silalatu merupakan potret dari konflik yang lahir dari krisis multi dimensi yang hari ini hadapi. Mereka membuka album dengan alunan seruling sunda yang mewakili kondisi kehidupan selaras manusia dengan alam, dan tiba-tiba runtuh oleh gemuruh riff mencekam, deru ritme drum dan gedoran bass dan teriakan reportase tentang penjarahan, perampasan ruang hidup, korosi total, fabrikasi ‘kebenaran’, tentang negara sebagai alat destruksi. Tentang sunyi yang dibaliknya tersembunyi rencana-rencana jahat untuk merubah tatanan keselarasan antara manusia dan alam sekitarnya. Berisikan 7 lagu, album Silalatu merupakan kesatuan fragmen dari pembabakan panjang cerita tentang awal proses penghancuran dan upaya-upaya yang kerap hadir menolaknya. Ditulis sebelum pengesahan Omnibus Law dan gelombang aksi protes yang menyertainya akhir-akhir ini, Silalatu merupakan salah satu album lokal yang merepresentasikan kondisi terkini dari proses itu. Dengan kemegahan yang mencekam, riff old-school, agresi dan kecepatan tanpa kompromi, Silalatu adalah Death Metal yang kita kenal dari Forgotten. Dengan pengaruh kental dari death metal Florida semacam Malevolent Creation dan Death, para eksponen NY seperti Cannibal Corpse dan Suffocation hingga melodi bandband death metal Swedia seperti At The Gates dan Dismember. Info lebih lanjut tentang album terbaru Forgotten ini, bisa disimak melalui akun instagram @grimlocrecords