Sabtu, 27 Maret 2021

Buku Sejarah Karinding Priangan

Kebangkitan kembali karinding tahun 2008 telah menginspirasi gerakan baru yang dilakukan oleh generasi muda musisi tradisional dengan segala inovasi dan pola pergerakan yang sama sekali baru dan segar. Berbagai pola dan teknik permainan karinding dimainkan dan dikembangkan oleh para musisi, tak hanya secara individual, namun juga dalam bentuk band yang memproduksi aransemen baru atas lagu-lagu buhun dan penciptaan lagu-lagu sendiri karinding. Pengembangan karinding yang dilakukan oleh para musisi dengan latar belakang musisi bawahtanah yang memiliki sistem Do It Yourself atau independen juga melahirkan pola pergerakan yang baru yang sangat berbeda dengan pola pergerakan musik tradisional yang ada sebelumnya. Mereka perlahan namun pasti membentuk sosok-sosok baru yang menjadi patron dalam ranah musik karinding sekaligus membangun jejaring yang solid antar musisi karinding di seluruh Jawa Barat dan Banten, dan juga di Indonesia dan dunia. Mereka juga membangun segala hal yang berkaitan dengan industri musik independen seperti ruang-ruang pertemuan, produksi dan distribusi karya musik, membangun komunitas dan ranah musik sendiri, pernak-pernik merchandising dengan ragam desain bercorak buhun hingga modern, pergelaran-pergelaran musik karinding sendiri, memproduski ilmu pengetahuan dan teknologi perekaman dan pergelaran musik karinidng, melakukan berbagai pencatatan dan dokumentasi mengenai karinding buhun dan karinding kiwari, menjalin hubungan yang baik dengan media, bergerak menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan alam, lingkungan, dan tata kehidupan, serta melakukan hal-hal lain yang lazim dilakukan dalam sebuah ranah musik secara umum. Perlahan, karinding juga mengalami pemaknaan baru. Ia bertransformasi dari waditra kalangenan menjadi waditra sosial, waditra pertunjukan dan sumber penghasilan ekonomi bagi para pengrajin dan musisinya, dan kemudian juga menjadi waditra pergerakan sosial, politik, dan budaya. Walau juga terus dijaga nilai-nilai kesakralannya, karinding terus maju sebagai musik generasi muda Sunda dan bahkan menjadi identitas baru bagi Kota Bandung serta rakyat Sunda di masa kini. Yang unik, karinding lalu tidak terjebak hanya dimainkan hanya di ruang-ruang sosiologis, elitis, dan seremonial seperti halnya waditra tradisional lainnya. Ia tampil merakyat, mudah, murah, massal, menyenangkan, dan yang paling penting membukakan gerbang pemahaman seni dan Sunda yang lebih dalam dan arif kepada para pemainnya. Buku Sejarah Karinding Priangan memotret secara lengkap kisah-kisah sejarah karinding yang ada di Priangan dan Banten. Kisahnya dituliskan sejak kemunculannya dalam naskah-naskah kuno, foklor-folklor yang muncul di berbagai daerah di Priangan dan Banten, hasil-hasil perekaman pertama karinding tahun 1893, 1920an, 1968, 1970an, 1980, 1990an, dan tahun 2000an, hingga kemudian dibangkitkan kembali secara massal melalui munculnya Giri Kerenceng dan Karinding Attack. Setelah itu direkonstruksi kisah-kisah sejarah karinding yang ada di kota di Banten dan Priangan, dari Banten, Bogor hingga Banjar. Harapannya, kemunculan buku ini akan melengkapi khazanah musik Sunda dan Nusantara, juga semakin memperkuat identitas generasi muda dan masyarakat Sunda agar mengetahui akar sejarah dan budayanya sendiri, sehingga memiliki pegangan yang kuat atas apa yang akan dibangun di masa yang akan datang. Untuk merekonstruksi kisah sejarah karinding Priangan harus mewawancara sekitar 1300an orang nara sumber utama yang berusia antara 5 tahun hingga 90 tahun, terdiri dari pembuat karinding, musisi umum dan musisi karinding, budayawan, akademisi, para penata suara di studio dan panggung, event organizer, aparat pemerintah, tokoh masyarakat, penggiat ekonomi komunitas karinding, dan masyarakat umum yang bersinggungan secara langsung mau pun tidak langsung dengan karinding. Penelitian dilakukan di daerah Banten dan Priangan, terdiri dari Ciamis, Panjalu, Kawali, Banjar, Pangandaran, Parigi, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Cimahi, Batujajar, Padalarang, Cianjur, Cipanas, Bogor, Sukabumi, Banten, Jakarta, Karawang, Purwakarta, Subang, Majalengka, Cirebon, Indramayu, dan Kuningan. Penelitian juga dilakukan atas kantong-kantong komunitas lintas kota yang bergerak di internet dalam membangun jejaring karinding secara lokal dan global dan secara aktif menyebarkan informasi karinding serta mempersatukan dan membentuk simpul pergerakan karinding. Sumber-sumber juga harus dicari hingga ke Belanda, Prancis, dan Amerika Serikat. Di Belanda, data-data mengenai karinding Priangan berada di Volkenkunde Museum, Tropen Museum, dan KITLV mencakup 200an artefak harpa mulut Indonesia, termasuk belasan karinding yang dibawa ke Belanda antara tahun 1831 hingga 1967, serta artefak hasil rekaman karinding di Bandung oleh Jaap Kunst tahun 1920an. Di Amerika, data-data mengenai karinding Priangan berada di Smithsonian Institute dan Field Museum Chicago mencakup artefak rekaman karinding pertama di dunia yang dimainkan oleh musisi Parakan Salak dan Sinagar dan direkam di Chicago tahun 1893 oleh Benjamin Ives Gilman dengan fonograf buatan tangan Thomas Alfa Edison. Deskripsi mengenai perekaman karinding di Chicago sendiri berada di Library of Congress Amerika Serikat. Di Prancis, data-data karinding mencakup artefak perekaman karinding di Banjaran yang dilakukan oleh Ernst Heins tahun 1968 dan terjaga rapi di Ocora Record, Paris. Data-data perekaman karinding tahun 1970an hingga kini relatif masih terjaga di beberapa tempat di Bandung dan Jakarta, terserak di para etnomusikolog senior seperti Endo Suanda dan Asep Nata, juga musisi progresif seperti Harry Roesli, Sapto Rahardjo, Doel Sumbang, dan Chrisye. Riset dilakukan sejak Juni 2013 hingga November 2017 sebelum kemudian melalui proses edit dan tata letak. Rencananya Juli 2019 buku Sejarah Karinding Priangan sudah bisa diterbitkan dan dibaca bersama-sama. Jika semua lancar, buku ini akan menjadi buku pertama sejarah karinding yang pernah ditulis. Selain itu hasil riset juga akan didokumentasikan secara audio dan visual dalam bentuk kompilasi karinding Priangan dan film dokumenter mengenai ranah musik karinding Banten dan Jawa Barat. Riset buku Sejarah Karinding Priangan terdiri dari : 1.Riset Indepeden, antara 2008 hingga 2014 2.Riset SAM, tahun 2015 3.Program Karinding Goes To Europe, sebelumnya sudah digelar tahun 2016 ketika Kimung dan Diah Paramitha diundang untuk presentasi di 9th Midterm Conference of the RN-Sociology of the Arts ini digelar oleh ESA, atau Jaringan Penelitian Sosiologi Seni, tanggal 8 sampai 10 September 2016 di Fakultas Seni dan Humaniora, University of Porto, Portugal. Mewakili Indonesia dalam konferensi tersebut adalah Iman Rahman Anggawiria Kusumah atau Kimung dan Diah Paramitha Tri Pusitasari dari kelompok riset ATAP Class, membawakan presentasi berjudul “The Dynamics of Karinding: the Role of Bandung Underground Metal and Punk Music Movement in Generating Karinding as the Traditional Instrument from West Java, Indonesia, and Its Unique Relationship”. Didukung juga oleh DCDC, program dilanjut ke riset di Museum Volkenkunde di ‘s-Gravenzande dan menemui tiga tokoh International Jewsharp Society di Belanda (Daniel Hentschel, Harm Linsen, dan Phons Bakx) di Belanda serta Profesor Tran Quang Hai di Prancis. Riset ini berhasil mengumpulkan 156 data mengenai karinding dan harpa mulut Indonesia yang kemudian menjadi sumber utama buku Sejarah Karinding Priangan dan titik awal riset buku Ragam Harpa Mulut Indonesia. 4.Karinding Goes To Europe II merupakan prgram riset lanjutan yang sudah dirintis tahun 2016. Kini tempat yang menjadi tujuan utama riset adalah Tropenmuseum di Amsterdam, Ocora Records Radio France di Paris, dan Musee de L’Homme di Paris. Program Karinding Goes To Europe II juga masih dinaungi oleh sekolah ATAP Class dan kembali akan menggandeng DCDC sebagai sponsor utama. Kali ini tim Karinding Goes To Europe II akan terdiri dari Iman Rahman Anggawiria Kusumah dan Diah Ayu Hediati Kusuma. Dalam perjalanan kali ini ada enam tempat yang menyimpan data kesejarahan karinding dan harpa mulut Nusantara yang akan kami kunjungi di Prancis dan Belanda. Selain itu kami juga akan menemui enam penggiat IHJS untuk bertukar informasi mengenai ranah karinding yang sudah rata-rata mereka teliti sejak tahun 1985, selain tentu saja semakin mempererat hubungan jejaring internasional antar para pemain karinding. Hubungan jejaring internasional ini sangat penting karena akan semakin memperkukuh keberadaan karinding di Jawa Barat dan harpa mulut di Nusantara sebagai bagan penting warisan budaya dunia. Tempat-tempat riset yang dikunjungi adalah Tropenmuseum, Amsterdam; Ocora Records, Radio France, Paris; dan Musee de L’Homee, Paris, Prancis. 5.Naratas Akar, Atap Class Eurasia merupakan program perjalanan pelenitian dan pendokumentasian artefak sejarah musik di Eropa dan Asia yang berhubungan dengan Indonesia. Perjalanan Naratas Akar dimulai tanggal 24 Juni hingga 7 Juli 2018, dilakukan oleh Astria Fadhilah Primantari, Dini Nurdiyanti, Hinhin Agung Daryana, dan Kimung. Yang berkaitan dengan karinding terutama di Kuching, Sarawak, Malaysia, ketika tim Naratas Akar meliput penampilan Karinding Attack di Rainforest Fringe Festival berkolaborasi dengan Wendy Teo, serta pameran harpa mulut koleksi Kimung. Rainforest Fringe Festival merupakan ajang pemanasan Rainforest Festival, digelar tak hanya menampilkan musik, namun berbagai kolaborasi antar berbagai hasrat kreatif yang kemudian melahirkan kemungkinan-kemungkinan baru di ranah-ranah yang saling berkolaborasi. Dana perjalanan riset-riset tersebut mencapai angka sekitar Rp 300.000.000,00 terdiri dari dana hibah, sponsor, dan setengah dari biaya tersebut diambil dari dana pribadi. ISI BUKU TUTUNGGULAN PIRIGAN 1 SEJARAH KARINDING KLASIK PIRIGAN 2 JEJAK-JEJAK REKAM KARINIDNG YANG PERTAMA PIRIGAN 3 KEARIFAN LOKAL DI BALIK KARINDING PIRIGAN 4 SUNDA UNDERGORUND KARINDING ATTACK PIRIGAN 5 KARINDING CIAMIS PIRIGAN 6 KARINDING TASIKMALAYA PIRIGAN 7 KARINDING GARUT PIRIGAN 8 KARINDING SUMEDANG PIRIGAN 9 KARINDING KABUPATEN BANDUNG PIRIGAN 10 KARINDING KOTA BANDUNG PIRIGAN 11 KARINDING CIMAHI PIRIGAN 12 KARINDING BANDUNG BARAT PIRIGAN 13 KARINDING CIANJUR PIRIGAN 14 KARINDING SUKABUMI PIRIGAN 15 KARINDING BOGOR PIRIGAN 16 KARINDING BANTEN, TANGERANG, JAKARTA PIRIGAN 17 KARINDING BEKASI, KARAWANG, PURWAKARTA PIRIGAN 18 KARINDING SUBANG PIRIGAN 19 KARINDING INDRAMAYU CIREBON PIRIGAN 20 KARINDING KUNINGAN PIRIGAN 21 KARINDING MAJALENGKA PIRIGAN 22 KARINDING GOES TO EUROPE PAMUNAH SUMBER-SUMBER Buku Sejarah Karinding Priangan cetakan pertama hanya akan dicetak hingga 666 buku. Sistem pencetakan dan penerbitannya print on demand. Buku akan terbit secara berkala sesuai pesanan untuk dicetak. Harga buku Rp 666.666,-. Pemesanan buku bisa dilakukan di website www.pangaubankarinding.com atau bisa hubungi akun Instagram @pangaubankarinding dan @kimun666. J.p.//pangaubankarinding//01

ALBUM REVIEW: CARNIVORED – LABIRIN

CARNIVORED akhirnya back with vengeance dengan album terbarunya tahun ini, tidak terasa sudah hampir tujuh tahun lama nya semenjak grup death metal asal Pamulang, Tangsel ini memuntahkan album kedua mereka ‘No Truth Found’ tahun 2014 silam. Album tersebut bersama ‘In Praise of Devastation’ dari FUNERAL INCEPTION dan rilisan debut EXHUMATION ‘Hymn To Your God’ telah menjadi artefak penting scene bawah tanah dalam negeri era 2010, selain materi ketiga-nya tergolong lebih fresh dibandingkan mayoritas para pembawa panji-panji death metal tanah air saat itu, yang mayoritas masih bergelut dengan pakem brutal death metal, ketiga album tersebut juga didukung kualitas produksi yang berkelas dan diatas rata-rata, gak kalah dengan hasil garapan musisi-musisi kelas internasional. Selama lebih dari setengah dekade pasca pelepasan ‘No Truth Found’, CARNIVORED tak lantas cepat puas dengan pencapaian mereka dalam album tersebut, disela-sela kesibukan naik turun panggung gigs, CARNIVORED pelan tapi pasti merancang cetak biru untuk album ketiga mereka semenjak tahun 2015, dan bukan CARNIVORED namanya kalau tak memberikan kejutan pada tiap-tiap album baru, dan saya rasa publik bakal sedikit kaget dengan pergeseran gaya death metal yang ada dalam ‘Labirin’. Bagi mereka yang beruntung sempat mendapatkan ‘Demo 2018’, berisikan tiga buah lagu dulu, pasti sudah gak bakalan kaget lagi dengan materi yang CARNIVORED lemparkan kali ini, Tapi bagi yang udah terlanjur berekspektasi telalu tinggi seperti saya, single pertama dari album Labirin yaitu ‘Rintih Mengemis’ sudah bikin kecele.
Memang dalam ‘No Truth Found’ sendiri sudah banyak di susupi oleh groove–groove model GOJIRA dan MESHUGGAH (contoh “Heresy Of The Priest”, “Angel of Piggish” dan “Living Peace In Slavery” misalnya) meskipun masih dalam konteks tech death, ‘Labirin’ masih sangat masuk akal, kurang lebih gaya bermusik CARNIVORED sekarang sejalan seperti ketika DECAPITATED memutuskan untuk meggodok materi death metal yang lebih groove based pasca reuni. ‘Labirin’ dibuka dengan lagu paling lembek dalam album yaitu “Tunduk Raga”, dimana aransemen nya lebih cocok jadi b-sides LAMB OF GOD dan DEVILDRIVER era ‘Pray for Villains’, ‘Labirin’ bakal lebih nendang apabila dibuka dengan “Tools of Silence” yang jauh lebih sukses memamerkan new approach CARNIVORED sekarang, sebuah nomer ganas layaknya kombinasi antara OPETH – “Ghost of Perdition” dengan riff Florida death metal sangar MALEVOLENT CREATION dan sisi melodius FIT FOR AN AUTOPSY. Namun tak semua pendeketan baru yang ditampilkan band ini berhasil, “Sekarat Asa” dan “Sekutu Hitam” menurut saya masih terasa setengah matang dan kurang bumbu sama seperti lagu pembuka “Tunduk Raga”, untung nya album ini diselamatkan dua centerpiece album “Paranoia” lalu “Industrial Casualties”, keduanya berhasil di eksekusi hampir sempurna, cuma “Industrial Casualties” ada baiknya kalau di dengarkan jangan secara ketengan diluar konteks album tanpa sang pengantar (“Paranoia”). Kalau banyak album dipasaran yang terasa sekali front-loaded alias momen-momen terbaiknya berada pada awal album, ‘Labirin’ justru kebalikanya, “Death Invest” bersama “Terjerat Senyap” merupakan dua nomor terbaik dalam album, tetapi posisi dua lagu tersebut dalam tracklist sebenernya bisa ditukar biar pacing berikut flow nya lebih ngena dan masuk akal. Selanjutnya trek semi-paripurna “Angkuh Menjalar” merupakan komposisi paling jauh dari akar death metal yang pernah ditulis CARNIVORED, namun groove yang disajikan lumayan renyah plus bagian verse dan chorus sangat memorable, meski pada bagian breakdown rada terlalu mirip FIT FOR AN AUTOPSY. ‘Labirin’ akhirnya ditutup dengan title track instrumental epik dimana CARNIVORED turut mengundang Stevi Item untuk menyumpangkan permainan lead fantastis nya, penutup tersebut juga menjadi nomor paling ambisius sekaligus progresif dalam ‘Labirin’, punya nuansa dan feels mirip musik pengiring saat melawan Final Boss dalam video game aksi atau RPG, dan eitss jangan langsung menekan tombol eject pemutar CD kalian dulu, karena masih ada hidden track “Geriliya Voodoo” bagi kalian penggemar djent. Meskipun jauh diluar ekspektasi dan ada beberapa lagu yang saya rasa bisa di cut saja, kenekatan CARNIVORED untuk sedikit pindah jalur patut di beri jempol walau eksekusi di beberapa tempat nya masih agak kurang nampol. Kita lihat saja eksplorasi apalagi yang bakal CARNIVORED siapkan dalam album berikutnya, dan semoga gak terlalu lama jaraknya lagi seperti yang sekarang ini.