Sabtu, 05 Juni 2021

Aillis Buktikan Kalau Band Emo itu Nggak Melulu Bicara Soal Patah Hati

Kalau ditanya hal apa yang paling saya kangenin ketika pandemi ini, maka jawaban saya adalah datang ke micro-gigs. Selain tentunya jadi salah satu tempat favorit buat ketemu sama teman-teman sepermainan, lewat micro-gigs juga saya sering menemukan band-band ajaib nan underrated yang belum terlalu dikenal banyak orang. Bisa dibilang semacam menemukan harta karun. Karena belakangan ini sedang ramai banyak band-band emo yang muncul dan dibahas, saya jadi ingat salah satu band emo yang saya temukan melalui acara micro-gigs pada saat itu. Band yang saya maksud adalah Aillis, unit midwest-emo/skramz asal Bandung beranggotakan Fikri Suryatama (Gitar/Vocal), Akhyar Mustofa (Vokal), Yudha Rizkia (Bass), dan Haris Suryadinata (Drum). Band yang terbentuk sejak tahun 2015 tersebut cukup sering mengisi berbagai micro-gigs, terutama pada acara yang diadakan oleh para sobat emo ataupun sobat hardcore punk. Selain penampilannya yang selalu enerjik dan emosional, ada beberapa hal lain yang membuat saya cukup mengingat Aillis, salah satu di antaranya adalah mereka membawakan musik perpaduan antara midwest-emo dan juga skramz. Sesuatu yang cukup berbeda jika dibandingkan dengan formula dari band-band lokal yang biasanya hanya cenderung untuk condong ke salah satunya saja.
Fusi antara aransemen midwest-emo yang nggak terlalu heavy lalu kemudian digabungkan dengan pendekatan vokal agresif ala skramz menjadi suguhan utama yang disajikan oleh Aillis pada keseluruhan lagunya. Jadi, kalian tetap bisa mendengarkan permainan gitar dengan sound twinkly, dengan iringan permainan drum bertempo sedang, khas komposisi midwest-emo, namun kemudian ditambahkan dengan teriakan pada bagian vokal. Bayangkan jika Tiny Moving Parts bertemu dengan Suis La Lune, maka hasilnya adalah Aillis. Sebuah kombinasi yang cukup unik. Hingga saat ini, Aillis baru mengeluarkan 1 buah EP, ‘Believe 114’, dan 2 buah single, yaitu ‘Alive’ dan ‘Suarakala’. Kalau dibandingkan dengan usia bandnya, yaa menurut saya hal tersebut masih terbilang kurang produktif, sih. Sebuah hal yang saya sayangkan banget. Padahal secara materi, mereka menyuguhkan sesuatu yang terbilang segar, di tengah banyaknya band emo yang bermunculan namun membawakan formula musik yang bisa dibilang masih terlalu generic. Selain itu, narasi pada lirik yang dibawakan oleh Aillis juga terbilang cukup unik dan berbeda dibandingkan para koleganya. Jika kebanyakan band lokal yang membawa identitas “emo” masih bermain aman dengan narasi klise mengenai percintaan, kuartet tersebut keluar dari jalur dengan membawakan lirik yang membicarakan mengenai kehidupan, sehingga terasa sangat cocok sebagai pengiring kontemplasi diri. Bahkan, pada lagu-lagu yang ada di EP perdananya, Aillis menulis lirik dengan makna spiritual, mengenai hubungan antara makhluk dengan Sang Penciptanya. Aillis seakan membuktikan bahwa band emo itu nggak melulu harus membawakan narasi sedih mengenai percintaan, bisa juga membawakan lirik yang kontemplatif seperti yang mereka lakukan. Membuat kita bisa berintrospeksi dan berkomunikasi dengan diri sendiri. Kalau menurut saya mah, hal itu juga emo banget. Rasanya, jika Aillis ingin merilis sesuatu yang baru, sekarang adalah waktu yang tepat, karena saat ini sudah banyak orang yang mulai aware dan mendengarkan musik midwest-emo/skramz jika dibandingkan ketika awal kemunculan mereka. Saya selalu menunggu kabar ataupun rilisan terbaru dari roster Benalu Records tersebut. Semoga dalam waktu dekat ada kejutan yang dihadirkan oleh Aillis bagi para pendengarnya. Nah, buat kamu yang bosan denger band-band emo yang membawakan narasi soal percintaan atau kalau kalian pecinta permainan gitar muruluk ala Tiny Moving Parts, maka Aillis adalah salah satu alternatif yang bisa kamu dengarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar