Kancah musik keras Indonesia adalah termasuk yang terbesar di dunia. Hal itu bisa dilihat dengan banyaknya jumlah band yang berkecimpung di dalamnya, begitu pula bila ditilik dari jumlah penonton yang selalu memenuhi festival-festival metal besar tanah air. Dari sekian band yang bermunculan dari kancah musik keras tanah air yang muncul dari era pertengahan 1990-an, tersebut satu yang namanya berkibar tinggi hingga sekarang, Burgerkill.
Dibentuk di Bandung pada tahun 1995 silam, Burgerkill muncul dari Ujungberung Rebels sebuah tongkrongan yang menjadi inkubator skena metal di Jawa Barat. Mengusung hardcore, band ini menjadi angsa hitam di Ujungberung yang mayoritas bandnya bermain di ranah extreme metal.
Lahir dan bertumbuh dari ranah underground dan bertahan hingga sekarang, dan menjadi salah satu band musik keras papan atas nasional bukan lah perkara mudah. Dalam perjalanannya Burgerkill beberapa kali mengalami pergantian personilnya, hingga momentum ketika mereka kehilangan sosok vokalis karismatik, Ivan Scumbag. Fragmen kehidupan Ivan terekam dalam buku My Self: Scumbag, Beyond Life and Death yang ditulis oleh Kimung – yang notabene adalah juga mantan pemain bass Burgerkill. Tapi dinamika dan problem yang harus mereka hadapi tidak membuat mereka kendur yang ada malah membuat mereka semakin kuat, line-up Burgerkill sekarang diperkuat oleh Ebenz (gitar), Ramdan (bass), Vicky (vokal), Agung (gitar), dan Putra Ramadhan (drum).
Buah dari persistensi dan integritas Burgekill pun ditunjukkan dengan meraih Best Metal Productions di AMI Awards untuk album Berkarat pada tahun 2004, hingga Metal Hammer Golden Gods Awards untuk kategori Metal As F*ck di tahun 2013 lalu. Bukan hanya itu, Burgerkill pun mendapat pengakuan sebagai salah satu band metal terbaik sepanjang masa dari majalah ternama Metal Hammer. Apresiasi global juga mereka capai dengan menjajal panggung-panggung di luar negara, seperti Big Day Out dan Soundwave di Australia, Wacken Open Air di Jerman, Bloodstock Festival di Inggris, hingga menggeber tur ke Eropa dan Amerika Serikat. Pencapaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata, dan jelas membutuhkan kerja keras.
Berawal sebagai sebuah band hardcore, secara musik, Burgerkill juga berevolusi dalam setiap fase yang mereka lewati dalam tiap album yang mereka lepas. Dari album Dua Sisi (2000), Berkarat (2003), Beyond Coma and Despair (2006), Venomous (2011), Adamantine (2018) – yang masuk dalam 50 Best Metal Albums of 2018 di majalah Metal Hammer – hingga Killchestra yang baru saja dirilis, yang dengan unik melebur metal dan orkestra.
Di bulan Mei 2020 ini, Burgerkill merayakan 25 tahun eksistensi mereka sebagai band. Tak terasa ternyata sudah seperempat abad mereka mewarnai kancah musik nasional. Untuk momentum ini maka kami menodong orang yang perannya dalam mempertahan band ini jelas tidak bisa dianggap enteng, Ebenz, untuk membuat daftar 10 lagu Burgerkill yang paling istimewa bagi dirinya. Yang mana saja lagunya? Bagaimana ceritanya? Silakan disimak ulasannya berikut ini.
Revolt!
Lagu ini adalah peluru awal yang memperkenalkan musik Burgerkill ke khalayak HC/Punk di Indonesia dan Asia Tenggara. “Revolt!” merupakan salah satu dari tiga lagu di dalam demo Burgerkill yang kami rekam di Palapa Studio, Ujungberung awal tahun 1996 dan kami sebarkan secara gratis ke teman-teman di komunitas dan media. Lewat single ini kami menerima banyak ajakan untuk berpartisipasi di beberapa kompilasi garapan teman-teman Bandung, Jakarta dan Malaysia. Lagu ini menggambarkan besarnya pengaruh New School HC dalam musik Burgerkill dan menjadi benchmark arah musik kami selanjutnya.
Sakit Jiwa
Ide penulisan riff dasar lagu ini berawal ketika tanpa sengaja saya mendengarkan sebagian nada instrumen seruling dari lagu dangdut ‘Terlanjur Basah’ milik Meggie Z di salah satu warung nasi di sekitaran Ujungberung. Nadanya terus menempel di kepala sampai akhirnya saya aplikasikan ke riff gitar dengan tempo yang lebih cepat. Lirik lagu ini ditulis oleh Kimung dan Ivan yang bercerita tentang seorang perempuan yang mengalami gangguan jiwa dan sering berkeliaran di daerah Ujungberung, selain itu dia sering dilecehkan dan diperlakukan tidak pantas oleh banyak orang. Dan setelah beberapa kali kami mainkan di atas panggung, lagu ini mendapat banyak mendapat respon positif dan menjadi lagu wajib yang selalu diminta oleh penonton di setiap panggung Burgerkill.
Tiga Titik Hitam
Sebuah lagu yang membawa kami ke area baru dalam eksplorasi bermusik. Berawal ketika saya ditugasi untuk mewawancarai Fadly dari Padi di sebuah hotel di Bandung untuk artikel di sebuah majalah musik. Dari perkenalan itu pembicaraan kami melebar hingga timbul ide memberanikan diri berkolaborasi memadukan dua genre musik yang berbeda, hingga akhirnya kami sepakat untuk memasukan lagu tersebut ke dalam album kedua Burgerkill yang kebetulan sedang dalam masa penggarapan. Lagu ini juga yang mempertemukan kami dengan label Sony Music Entertainment yang akhirnya merilis album ke dua kami Berkarat di tahun 2004. Lirik lagu ini ditulis oleh saya, Ivan dan Fadly yang bercerita tentang pengakuan dosa, penyesalan dan berserah diri kepada Yang Maha Esa, dan entah kenapa lagu ini seperti memiliki ruh yang kuat. Bahkan sampai hari ini saya selalu mendadak cengeng ketika mendengarkan nya.
Shadow Of Sorrow
Track ketiga dari album Beyond Coma And Despair yang sangat agresif ini bercerita tentang pengalaman Ivan Scumbag yang pada saat itu mulai mengalami banyak masalah dengan kehidupan pribadi dan kesehatan nya. Di lagu ini juga saya mulai memasukan unsur musik Death Metal dalam aransemennya, sebagai tanda bahwa eksplorasi musik Burgerkill tidak stagnan. Dan “Shadow Of Sorrow” merupakan lagu terakhir yang kami kerjakan bersama Toto sebelum memutuskan untuk resign dari Burgerkill. Sebuah track yang pas buat ugal-ugalan di moshpit dan menyenangkan untuk dimainkan.
Unblessing Life
Bagi saya pribadi lagu ini memiliki banyak komposisi riff yang bagus dan unik di dalamnya, dibalut dengan lirik depresi dan kemarahan yang sangat dalam oleh Ivan, membuat lagu ini sangat powerful ketika dibawakan di atas panggung. Rasanya ini merupakan salah satu aransemen terbaik yang pernah dibuat oleh Burgerkill. Saya ingat betul bagaimana kondisi Ivan saat melakukan sesi take vokal lagu ini, kondisi tubuhnya terlihat sangat lelah melawan penyakit yang di deritanya. Di bagian tengah lagu terdapat potongan puisi ungkapan bagaimana putus asa nya dia. Ditemani mikrofon dan sebuah ember kecil di dalam studio untuk membuang dahaknya, dia tetap ngotot untuk menyelesaikan tugasnya meski batuknya terus mengganggu. Dan hasilnya luar biasa, he’s a true legend..
Under The Scars
Sebuah track agresif yang saya tulis untuk mengenang tragedi duka di gedung ACC Bandung yang menewaskan 11 orang selepas konser tunggal perilisan album perdana Beside. Track ini sebagai bentuk sikap perlawanan atas pelarangan konser Burgerkill di kota Bandung selama hampir 2 tahun karena di anggap berpotensi menimbulkan kejadian yang serupa. Melalui video klip “Under The Scars” hasil garapan tim Cerahati, Burgerkill kembali menyita perhatian banyak pihak dan album Venomous berhasil menerima banyak review positif dari banyak media internasional. Bahkan majalah Metal Hammer UK menawarkan secara langsung untuk penayangan perdana video tersebut di website mereka, dari sana lah musik kami dikenal lebih luas lagi yang berimbas berdatangan tawaran untuk tampil di beberapa festival heavy metal di Eropa. “We were born to bleed, and we are here to dominate..”
Only The Strong
Melalui lagu ini kami berusaha untuk menawarkan nuansa baru dalam musik Burgerkill secara lirik dan komposisi nada, sebagai tanda pergantian era dari Ivan ke Vicky yang punya latar belakang kehidupan yang berbeda. Saat itu kami sepakat ingin berbicara ke arah yang lebih positif dalam tema album dan penulisan lirik, tidak lagi berbicara soal depresi atau sisi gelap manusia. “Only The Strong” menjadi indikator arah musik kami selanjutnya, dilengkapi lirik yang penuh pesan pentingnya kebersamaan, tekad bulat dan kerja keras untuk tetap survive demi mengejar visi besar dalam kehidupan kita. I love this song so much, lagu ini membantu banyak teman kami untuk bangkit dari keterpurukan mereka.
An Elegy
Sejak awal lagu ini sengaja ditulis untuk mengenang kepergian sahabat kami Ivan ‘Scumbag’ Firmansyah. Lewat lagu ini saya ingin menyampaikan rasa kehilangan yang mendalam dan bagaimana istimewanya sosok Ivan di mata kami. Dalam proses kreatifnya “An Elegy” banyak sekali terpengaruh oleh nuansa musik New Wave dan Rock Ballad, sebuah area baru yang belum pernah kami jajaki sebelumnya. Secara mood dan dinamika lagu yang dihasilkan sesuai dengan harapan kami, itulah salah satu alasan kenapa kami memilih lagu ini untuk di aransemen ulang dengan memasukan unsur orkestra di mini album Killchestra sebagai penambahan kesan magis lagu tersebut.
Integral
Single pertama dari album Adamantine ini adalah salah satu lagu yang paling asyik ketika dimainkan di atas panggung. Di lagu ini baik secara lirik dan aransemen kami ingin menunjukan kepada dunia luas bagaimana solidnya Burgerkill saat ini. Sebagai band yang cukup berumur, disini kami juga ingin memperlihatkan kematangan dan lebih berani dalam memainkan dinamika yang progresif. Dengan bergabungnya Putra ke tubuh Burgerkill menjadi sebuah tantangan juga energi baru bagi kami di Burgerkill untuk step up ke level berikutnya dan bermain lebih presisi namun tetap enerjik. This is one of my all time favorites, and i’m so proud of it..
United Front
This is a Hardcore song dude! Komposisi ketukan dan riff di lagu ini banyak terpengaruh oleh band-band New York HC ala Vision Of Disorder, Neglect, Madball dengan sedikit sentuhan modern Heavy Metal pada aransemen nya. Lagu ini memang sengaja kami siapkan untuk proyek kolaborasi antara Burgerkill dan sahabat kami Dom Lawson seorang jurnalis musik dan vokalis sekaligus pemain bass dari band punk asal London, Oaf. Ide proyek ini lahir dari percakapan santai saya dan Vicky bersama Dom Lawson juga Devin Townsend di backstage Golden Gods Awards 2013, London selepas kami menerima award kategori “Metal As F*ck”. Gagasan untuk menulis sebuah lagu yang bercerita tentang nilai persaudaraan dalam musik yang tidak mengenal perbedaan, karena kita semua sama dan layak untuk di apresiasi juga dihargai. Saya suka sekali lagu ini, ada nilai optimisme yang kuat dalam liriknya. Harus saya akui Dom berhasil menulis lirik yang sederhana namun membakar, cocok banget buat mood booster sebelum manggung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar