Minggu, 04 Februari 2018
Promo Album Review: Bangkitnya Kembali Karya dari Nalar Neraka
Setelah absen beberapa tahun dalam membuat sebuah karya, Forgotten kembali dan menggebrak ranah bawah tanah.
terlibat di penyalahgunaan drugs, sex before married, atau dikejar beberapa orang untuk digebukin sampai menuju mati.”
Saya: (tertawa) “Tapi, banyak juga sih, Pak, band-band yang hidupnya baik-baik aja.”
Addy Gembel: “Kalau gitu, kenapa negara ini gak maju-maju, ya? Atau mungkin masalah negara ini adalah mereka-mereka?” (tertawa)
Saya: (kembali tertawa) “Mereka pun mungkin bilang hal yang sama ke Forgotten. Mereka mungkin bilang begini ‘ini band kok menggerutu aja terus, gak ada bersyukur-bersyukurnya.’”
Addy Gembel: terbahak-bahak dan mengumpat saya.
Tapi, memang benar. Kapan kita pernah mendengar Forgotten mengumandangkan kalimat-kalimat yang nyaman didengar dalam pola musik yang mudah dicerna? Seolah-olah, Forgotten membentuk standarisasi dalam pengolahan konsep musik mereka sendiri, di mana isi dari standarisasi itu adalah dilarang lupa untuk kritis, dilarang berpikir positif, dan buatlah musik yang mewakili amarah juga rasa muak semua orang.
Secara garis besar, itu lah hal yang saya tangkap dari album-album Forgotten sejak dirilis di akhir tahun ‘90an. Dimulai dari Future Syndrome (1997/Palapa Records), Obsesi Mati (2000/Extreme Soul Productions), Tiga Angka Enam (2003 & 2008/Rottrevore Records), hingga Laras Perlaya (2011/Rock Records). Tahun ini, Forgotten kembali masuk dapur rekaman untuk menggarap album terbaru bertajuk Kaliyuga. Addy Gembel sempat memberi CD promo untuk saya review. Hal pertama yang saya lakukan adalah bersiap-siap untuk terjun bebas ke utopia neraka.
“Tumbal Post Kolonial”, “Berhala Kelas Kuasa”, dan “Terlaknat” adalah judul dari tiga lagu yang ada dalam promo album Forgotten. Album ini dirilis oleh Sulung Extreme Musick Records (SEM Records), yang berlokasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Saya sempat menanyakan tentang hal ini pada Addy Gembel, “kenapa harus jauh-jauh ke pulau seberang untuk merilis album?”. Addy Gembel menjawab, “mereka mau, antusias, bermodal besar, ya kenapa tidak?”. Jawaban yang realistis, sangat Addy Gembel, dan kasus ditutup.
Satu persatu, lagu dalam promo album Kaliyuga saya dengarkan. Saya terkejut ketika menyimak “Tumbal Post Kolonial” sebagai lagu di track pertama. Jujur, saya tidak mengenali Forgotten sampai setengah menit. Ada string section (Addy Gembel mewanti-wanti saya untuk menyadari bahwa ini bukan electune, hahaha) dengan suara serupa orgel yang mengiringi ketukan drum, gitar, dan bass. Rasa-rasanya seperti mendengar intro dari band symphonic black metal yang biasanya disambut dengan choir.
Tetapi, bagian choir itu digilas habis oleh teriakan Addy Gembel, oleh tempo yang mendadak cepat dan menderu-deru, oleh agresivitas tingkat dewa di tiap instrumen, sesuai dengan Forgotten yang saya kenal. String section itu terdengar sampai akhir lagu dan muncul di beberapa bagian. Sejak itu, saya sadar bahwa saya harus mulai membiasakan diri dengan hadirnya unsur itu dalam lagu Forgotten.
"Tumbal Post Kolonial" mengkritik bahkan menghujat keras keadaan politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang masih acak-acakan di negeri ini. Frontal dan vulgar masih mewarnai setiap kata yang diramu, bait demi bait. Masalah lirik, Forgotten masih keukeuh di pakemnya. Biarlah. Memang sudah seharusnya Forgotten adalah band yang grumpy. Jangan pernah berubah menjadi band yang liriknya aman-aman saja, apalagi menjadi melankolis. Jangan pernah. Jangan!
Lagu ini memang menabrak ekspektasi saya, tapi bukan ke arah yang mengecewakan. Mereka tidak kehilangan karakternya, sama sekali tidak. “Tumbal Post Kolonial” seolah menyeret saya untuk masuk ke satu ruang yang tidak familiar, tempat di mana Forgotten bermeditasi dan bersemayam selama enam tahun dari rilisan terakhirnya. Di tempat ini lah, Forgotten resmi mengucapkan selamat datang di neraka baru.
Lanjut pada “Berhala Kelas Kuasa”. Sejak lagu ini dimulai, aura Forgotten sudah kental terasa. Aah.. ternyata di ruang baru Forgotten masih disisakan pojok nostalgia. Betotan bass dan riff gitar yang intens, drum yang dihajar habis-habisan, saling sambut dengan parau suara Addy Gembel, lagu ini memang sangat Forgotten.
Masih bersuara miring tentang keadaan yang terinspirasi dari carut marut negara, Forgotten cenderung lebih spesifik untuk lirik dalam "Berhala Kelas Kuasa". Di sini, kecaman Addy Gembel tertuju langsung pada pihak-pihak yang "menuhankan" dirinya, berorientasi pada kekayaan, dan tidak ragu menginjak banyak kepala demi dompet yang semakin tebal. Tapi, tidak hanya mengepalkan tangan pada sang penguasa, ada sisi di mana Forgotten sedang menampar para pekerja yang hanya manut dan mengiyakan setiap mandat. Seperti ada pesan terselubung untuk membangkitkan nalar seorang pemberontak agar bergerak, maju, dan melawan.
Kembali pada musiknya, mereka kembali menepuk bahu untuk kembali ke pola baru Forgotten ketika string section hadir lagi di tengah lagu. Bukan ini yang membuat saya terbelalak untuk kedua kali, karena nyatanya saya memang sudah terbiasa, tetapi bagian melodi gitar (yang jarang saya temukan dalam Forgotten) yang dimainkan setelah lagu diputar sekitar dua setengah menit. Meski hanya beberapa detik, bagian ini memberi warna lain untuk Forgotten. Bagian ini mempersilakan kita bermain-main dengan nuansa, menari-nari dalam hutan belantara yang gelap gulita, dan lalu berlari ketakutan karena akan dimangsa.
Selanjutnya, lagu terakhir dalam promo album Kaliyuga, “Terlaknat”. Lagu ini dibuka dengan betotan solo bass yang kuat dan lalu dihantam dengan instrumen lain yang sudah gatal menunggu giliran. Pola di lagu ini hampir sama dengan “Berhala Kelas Kuasa”, di mana Forgotten lawas terdengar sampai ¾ lagu, dan masuk ke dunia baru mereka di menit setelahnya. Tapi, porsi melodi gitar lebih panjang di sini. Lagu ini dinamis, dengan pattern yang menghipnotis siapapun untuk menganggukan kepalanya.
Tema yang diangkat di lagu ini paling berbeda dibandingkan dua lagu sebelumnya. Jika di dua lagu sebelumnya kebencian tertuju pada orang lain, di lagu ini liriknya cenderung depresif, self-destructive, dengan rasa benci yang ditujukan pada diri sendiri. Kekecewaan dan putus asa sangat kentara di tiap katanya. Seolah-olah, ini adalah lirik yang diciptakan ketika terlalu banyak kesalahan yang dilakukan, keadaan sekitar yang memeras batin, tenaga, maupun logika, dan emosi itu tumpah ruah menjelma menjadi rentetan diksi yang mencaci maki diri sendiri.
Tadinya, saya mencanangkan lagu ini sebagai favorit saya. Tetapi, ketika saya mendengar tiga materi dalam Kaliyuga belasan kali, saya urung. Predikat favorit itu saling rebut. Saya tidak bisa menentukan yang mana yang bisa saya sebut sebagai yang terbaik, karena pada akhirnya saya harus mengakui bahwa tiga lagu ini memberi warna yang berbeda dalam satu garis yang sama. Saya menaruh harapan yang sangat tinggi untuk Kaliyuga. Jika tiga materi ini adalah perwakilan dari seluruh materi yang sedang digarap Forgotten, maka sudah seharusnya album ini masuk ke jajaran album yang harus diwaspadai. Semoga, Forgotten tidak akan menemukan titik akhir dan kehabisan ide untuk meluapkan cercaan yang sebenarnya mewakili banyak suara, tetapi orang lain terlalu pengecut untuk berteriak tentang itu.
Tanpa saya sadari, review ini diunggah bersamaan dengan ulang tahun Addy Gembel. Maka, selamat ulang tahun untuk tokoh yang selalu saya kagumi. Sehat selalu, tetap kaya akan ide, dan jangan berhenti menjadi misionaris dari neraka!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar